Friday, March 15, 2019

Nasihat Mahatma Gandhi

Melalui seorang teman yang saya kenal ketika KKN, Allah mengenalkan saya akan sosok Mahatma Gandhi. Sebelumnya buku target saya adalah buku karangan Pramoedya Ananta Toer karena saya menyukai sastra dan buku lama. Namun Allah selalu punya cara untuk menjawab rasa ingin tahu terpendam saya. Mungkin itu sebabnya, kini buku autobiografi Mahatma Gandhi ada di tangan saya.

Saya menjadi belajar tentang beberapa hal melalui Pak Gandhi (izinkan saya menyebut beliau demikian). Keberanian, pemikiran, pergerakan atau beberapa hal yang berkaitan dengan kebenaran. Tentu kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran relatif, karena bagaimanapun manusia tak pernah sempurna.

Orangtua saya megajari tentang ketulusan. Tentu sampai kini saya juga masih mendidik diri untuk menjadi orang yang memiliki sifat demikian. Meskipun saya tidak tahu kapan tepatnya saya dapat menjadi seseorang yang "baik". Bagaimanapun, manusia tidak akan lolos dari dosa, maka terus mendidik diri bagi saya merupakan jawaban untuk mencoba berbenah.

Inilah kira-kira alsan mengapa kalimat Pak Gandhi mendukung ajaran orangtua saya. Setidaknya pengalaman bahkan berpuluh tahun lalu tetap membuktikan bahwa seseorang yang tulus bisa hidup dalam ketenangan. Benarlah jika Islam mengajarkan manusia untuk berlaku ikhlas. 

Kira-kira begini kata Pak Gandhi dalam autobiografinya:
"Suatu jasa tak memiliki arti kecuali orang tersebut menikmati dalam mengerjakannya. Ketika jasa dilakukan untuk menunjukkan atau menakuti pendapat publik, maka akan menghambat orang tersebut serta menghancurkan jiwanya. Jasa yang diberikan tanpa kegembiraan tak akan menolong sang penolong maupun yang ditolong. Namun segala kesenangan dan kepemilikan lainnya redup menjadi ketiadaan di hadapan jasa yang dilakukan dengan semangat kegembiraan"
Intinya adalah ikhlas, tidak mengharapkan imbalan. Suatu teori yang sulit dilakukan jika tidak terbiasa. Banyak yang mengira ikhlas dan mengalah adalah perbuatan yang sia-sia dan pasrah terhadap penindasan (dahulu saya juga berpikir demikian). Namun seiring waktu saya mendapatkan pencerahan. Waktu telah memberikan jawaban kepada saya.
Kini saya mengerti !

Seiring waktu yang terus bergerak maju, perjalanan mendidik diri saya sendiri terus berlanjut...

***
Malang, 20 November 2016 

No comments:

Post a Comment