By. Reni Tania
Jadwal Pak Burhan untuk mengelilingi kota jatuh pada Sabtu sore yang tenang. Ditemani beberapa pengawal, Pak Burhan menjadi satu-satunya pejabat yang rela meninggalkan mobil mewah di garasi dan bersedia mengayuh sepeda demi melindungi kota yang ia pimpin.
Dengan
sekuat tenaga dan pikiran yang membuat keningnya berkerut setiap hari, Pak
Burhan tetap berusaha membuat kotanya bersih. Ia tak ingin membunuh kotanya
sendiri seperti yang dilakukan orang-orang di kota yang lain. Ia tersenyum puas
ketika melihat ternyata hal yang ditakutinya tidak terjadi. Kota yang
dilihatnya kini bersih dan aman.
Taman-taman
terawat dan bersih. Jalan raya mulus tanpa lecet. Tempat sampah sudah tertata
strategis di beberapa tempat. Asap kendaraan yang mengepul-ngepul di udara
sudah berkurang. pedagang kaki lima tidak berjualan di sembarang tempat. Mereka
telah disediakan tempat yang layak dengan jaminan menjaga kebersihan dan
kesehatan, baik diri maupun barang dagangan mereka.
Pak Burhan
meneruskan perjalanan. Kini dilihatnya sebuah Rumah Sakit yang cukup besar.
Terlihat beberapa petugas kesehatan dan pasien saling bertegur sapa di
lingkungan Rumah Sakit. Petugas kebersihan juga nampaknya senang sekali bekerja
di Rumah Sakit itu. Pak Burhan pun mengakui bahwa pelayanan yang diberikan
Rumah Sakit itu sangat memuaskan. Pasien juga dirawat dengan baik dan
difasilitasi senyaman mungkin, mulai dari tempat tidur yang baik dan bersih,
makanan yang sehat dan enak, pakaian Rumah Sakit yang dijaga layak pakai.
Pak Burhan
sangat senang mengetahui bahwa kotanya telah menjelma bersih, rapi, ramah dan
sehat. Namun ada yang aneh dengan beberapa pemandangan yang ditemukan Pak
Burhan. Meskipun telah bersih dan memenuhi standar kesehatan, kota nampak
lengang.
"
Setahuku penduduk kota tidak hanya sejumlah ini. Apa kau tahu sesuatu?"
Pak Burhan bertanya pada Kepala Asistennya.
"Lapor
Pak, sejujurnya sya akan melaporkannya nanti siang setelah saya dan tim
penyelidikan memastikan kebenaran dengan melakukan survey. Ternyata banyak
warga yang tidak setuju dengan peraturan baru yang telah ditetapkan. Mereka
menolak membakar sampah dan menolak untuk berhenti mebuang sampah di sungai.
Beberapa juga menolak untuk melakukan bersih kota satu kali sebulan. Dengan
alasan itu saja, mereka pindah ke kota Sebelah Pak"
"Bagaimana
mungkin? Maksudku, apakah mereka tidak suka bersih?"
Sementara
Pak Burhan dalam kebingungan, kepala pengawalnya menghampiri.
"Maaf
Pak, keadaan darurat. Bagian kota paling timur terkena banjir. Warga sedang
mengungsi sementara air semakin meninggi. Saat ini ketinggian air mencapai tiga
meter"
"Bagaimana
mungkin? Bukankah sejak dua tahun lalu penduduk kota sudah tidak membuang
sampah di sungai?"
"Diperkirakan
banjir datang dari kota sebelah Pak, karena hujan deras tadi malam, air sungai
yang tertutup sampah meluap hingga mengenai kota kita bagian timur"
Pak Burhan
tak kuat menahan tubuhnya sendiri. Kakinya bergetar. Kepala pegawai langsung
mengimbangi tubuhnya dengan menopang tertahan. Semuanya terkejut, Pak Burhan
menangis.
Malang, 15 Maret 2014
No comments:
Post a Comment