Friday, March 15, 2019

Pak Burhan


By. Reni Tania

Jadwal Pak Burhan untuk mengelilingi kota jatuh pada Sabtu sore yang tenang. Ditemani beberapa pengawal, Pak Burhan menjadi satu-satunya pejabat yang rela meninggalkan mobil mewah di garasi dan bersedia mengayuh sepeda demi melindungi kota yang ia pimpin.

Dengan sekuat tenaga dan pikiran yang membuat keningnya berkerut setiap hari, Pak Burhan tetap berusaha membuat kotanya bersih. Ia tak ingin membunuh kotanya sendiri seperti yang dilakukan orang-orang di kota yang lain. Ia tersenyum puas ketika melihat ternyata hal yang ditakutinya tidak terjadi. Kota yang dilihatnya kini bersih dan aman.

Taman-taman terawat dan bersih. Jalan raya mulus tanpa lecet. Tempat sampah sudah tertata strategis di beberapa tempat. Asap kendaraan yang mengepul-ngepul di udara sudah berkurang. pedagang kaki lima tidak berjualan di sembarang tempat. Mereka telah disediakan tempat yang layak dengan jaminan menjaga kebersihan dan kesehatan, baik diri maupun barang dagangan mereka.

Pak Burhan meneruskan perjalanan. Kini dilihatnya sebuah Rumah Sakit yang cukup besar. Terlihat beberapa petugas kesehatan dan pasien saling bertegur sapa di lingkungan Rumah Sakit. Petugas kebersihan juga nampaknya senang sekali bekerja di Rumah Sakit itu. Pak Burhan pun mengakui bahwa pelayanan yang diberikan Rumah Sakit itu sangat memuaskan. Pasien juga dirawat dengan baik dan difasilitasi senyaman mungkin, mulai dari tempat tidur yang baik dan bersih, makanan yang sehat dan enak, pakaian Rumah Sakit yang dijaga layak pakai.

Pak Burhan sangat senang mengetahui bahwa kotanya telah menjelma bersih, rapi, ramah dan sehat. Namun ada yang aneh dengan beberapa pemandangan yang ditemukan Pak Burhan. Meskipun telah bersih dan memenuhi standar kesehatan, kota nampak lengang.

" Setahuku penduduk kota tidak hanya sejumlah ini. Apa kau tahu sesuatu?" Pak Burhan bertanya pada Kepala Asistennya.

"Lapor Pak, sejujurnya sya akan melaporkannya nanti siang setelah saya dan tim penyelidikan memastikan kebenaran dengan melakukan survey. Ternyata banyak warga yang tidak setuju dengan peraturan baru yang telah ditetapkan. Mereka menolak membakar sampah dan menolak untuk berhenti mebuang sampah di sungai. Beberapa juga menolak untuk melakukan bersih kota satu kali sebulan. Dengan alasan itu saja, mereka pindah ke kota Sebelah Pak"

"Bagaimana mungkin? Maksudku, apakah mereka tidak suka bersih?"

Sementara Pak Burhan dalam kebingungan, kepala pengawalnya menghampiri.
"Maaf Pak, keadaan darurat. Bagian kota paling timur terkena banjir. Warga sedang mengungsi sementara air semakin meninggi. Saat ini ketinggian air mencapai tiga meter"

"Bagaimana mungkin? Bukankah sejak dua tahun lalu penduduk kota sudah tidak membuang sampah di sungai?"

"Diperkirakan banjir datang dari kota sebelah Pak, karena hujan deras tadi malam, air sungai yang tertutup sampah meluap hingga mengenai kota kita bagian timur"

Pak Burhan tak kuat menahan tubuhnya sendiri. Kakinya bergetar. Kepala pegawai langsung mengimbangi tubuhnya dengan menopang tertahan. Semuanya terkejut, Pak Burhan menangis.



Malang, 15 Maret 2014

No comments:

Post a Comment